A. Dasar Hukum
1. Pasal 16C Undang Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terkahir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri;
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2010 tentang Tata cara Pengisian SSP, Pelaporan dan Pengawasan pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-70/PJ/2010 tentang Penyampaian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2010 tentang Tata cara Pengisian SSP, Pelaporan dan Pengawasan pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri;
B. Objek dan Subjek PPN atas KMS
1. Objek PPN atas KMS
Kriteria Kegiatan Membangun Sendiri yang menjadi objek pajak Pajak Pertambahan Nilai adalah:
a. Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;
Termasuk kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi atas kegiatan membangun tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dan kontraktor atau pemborong tersebut bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak(PKP).
b. Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
• Konstruksi utama bangunan terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
• Bangunan diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha(tempat usaha atau tempat tinggal untuk usaha);
Bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau kontruksi yang diperuntukkan bagi tempat tinggal, termasuk fasilitas olah raga atau fasilitas lain.
Bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan atau kontruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas yang ada.
Bangunan tempat tinggal untuk usaha adalah bangunan atau konstruksi tempat tinggal yang sebagian bangunan atau seluruhnya digunakan untuk kegiatan usaha.
• Luas keseluruhan paling sedikit 300 m2(tiga ratus meter persegi).
2. Subjek PPN atas KMS
Yang menjadi subjek Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri adalah orang pribadi atau badan yang melakukan Kegiatan Membangun Sendiri.
C. Tarif dan Dasar Pengenaan PPN atas KMS
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri diatur sebagai berikut
1. Tarip pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri ditetapkan sebesar 10 %( sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
2. Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk mengitung besarnya PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri ditetapkan sebesar 40 % (empat puluh persen) dari seluruh jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk membangun sendiri adalah jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun bangunan tersebut
D. Rumus Penghitungan PPN atas KMS
Rumus penghitungan pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan membangun Sendiri, sebagai berikut:
PPN terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak
= 10 % x DPP
= 10% x (40% x jumlah biaya untuk membangun)
E. Saat dan Tempat Terutang PPN atas KMS
1. Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan atau saat dimulainya secara fisik kegiatan membangun sendiri, seperti penggalian fondasi, pemasangan tiang pancang, atau kegiatan fisik lainnya.
2. Tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri adalah di lokasi tempat bangunan tersebut didirikan
Apabila kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh kantor cabang dari Pengusaha Kena Pajak yang tempat Pajak Pertambahan Nilai terutangnya dipusatkan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, kegiatan membangun sendiri tersebut terutang di lokasi bangunan didirikan
F. Tata cara Pembayaran PPN atas KMS
1. Pembayaran PPN terutang atas KMS dilakukan setiap bulan, yaitu sebesar 10% dikalikan 40% dikalikan jumlah biaya yang dikealuarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.
2. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri harus menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak, yang harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan..
3. Tata cara pengisian Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak dibedakan atas tiga macam, yaitu:
a. Apabila tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut.
b. Apabila tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak diisi dengan :
1) angka 01 (nol satu) pada 2 (dua) digit pertama, untuk badan usaha;
2) angka 04 (nol empat) pada 2 (dua) digit pertama, untuk orang pribadi;
3) angka 0 (nol) pada 7 (tujuh) digit berikutnya;
4) angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
5) angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
c. Apabila orang pribadi atau badan usaha yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak diisi dengan :
1) angka 01 (nol satu) pada 2 (dua) digit pertama, untuk badan usaha;
2) angka 04 (nol empat) pada 2 (dua) digit pertama, untuk orang pribadi;
3) angka 0 (nol) pada 7 (tujuh) digit berikutnya;
4) angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
5) angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
G. Ketentuan Khusus dalam pengenaan PPN atas KMS
Beberapa hal yang harus di perhatikan dalam pembayaran, pelaporan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri, yaitu:
1. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun
2. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran SSP pembayarannya ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
3. Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak.
4. Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran pajaknya, wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan foto kopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak.
5. Apabila Pengusaha Kena Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan penyetoran pajaknya, wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan foto kopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak.
6. Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak melakukan menyetor Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan tidak melaporkan penyetoran PPN atas KMS ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat mengeluarkan melakukan:
a. Mengeluarkan Surat Tegoran.
b. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya surat teguran, orang pribadi atau badan belum menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat melakukan pemeriksaan pajak untuk menetapkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut.
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak(SKP) atas besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri.
7. Orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sesuai ketentuan yang berlaku.
Jika orang pribadi atau badan yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak namun berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai cabang sesuai ketentuan yang berlaku.
8. Apabila bangunan hasil kegiatan membangun sendiri digunakan oleh pihak lain sebagai tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib menyerahkan bukti Surat Setoran Pajak asli PPN atas KMS kepada pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut.
b. Orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan untuk digunakan pihak lain tidak dapat menunjukkan bukti SSP asli PPN atas KMS, pihak l;ain yang menggunakan bangunan tersebut bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN yang terutang.
c. Pihak lain yang bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang wajib menyetor Pajak Pertambahan Nilai terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. dan melaporkan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan.
9. Kegiatan membangun sendiri yang telah dimulai sebelum berlakunya PMK No.39/PMK.03/2010 yang berlaku tanggal 1 April 2010 dan belum selesai pembangunannya, dikenakan PPN berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 554/KMK.04/2000 tentang batasan dan tata cara Pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam Kegiatan Usaha atau Pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain sebagaimana telah diubah dengan KMK Nomor 320/KMK.03/2003.
10. Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan Kegiatan Membangun Sendiri tidak dapat dikreditkan
H. Contoh Penghitungan PPN atas KMS
1. Yayasan Pelita Hati, NPWP xx.xxx.xxx.x.xxx, adalah yayasan yang memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat Pra Sejahtera di Kabupaten Bekasi dengan bentuk layanan: rumah singgah, sandang, pangan, dan pendidikan. Pada tahun 2004 Yayasan Pelita Hati membangun gedung yang berlokasi di Jalan Subroto No.256, dengan luas kurang lebih 4.000 m2 sebagai sarana kemudahan dalam memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat pra sejahtera tersebut.
Pertanyaan:
a. Apakah pembangunan gedung yang diperuntukkan untuk melayani masyarakat pra sejahtera dapat diberikan pembebasan PPN mengingat sumber dana dan material berasal dari sumbangan?
b. Apabila dikenakan PPN, berapa tarif PPN atas kegiatan membangun sendiri dan apa yang menjadi dasar pengenaan pajak?
c. Apakah material berupa pasir dan kerikil yang merupakan Barang Tidak Kena Pajak juga dimasukkan sebagai dasar pengenaan PPN?
d. Bagaimana cara penghitungan dan pelaporan apabila pembangunannya lebih dari satu tahun pajak?
Jawab :
a. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh Yayasan Pelita Hati yang diperuntukkan untuk melayani masyarakat pra sejahtera dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena termasuk dalam pengertian kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.
b. Tarif PPN atas KMS ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak(DPP). Besarnya Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau yang dibayarkan untuk membangun sendiri, tidak termasuk harga perolehan tanah. Sehingga rumusnya: 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun
c. Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPN atas Kegiatan membangun sendiri adalah 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah, maka pasir dan kerikil tersebut menjadi satu kesatuan dalam menghitung biaya untuk membangun bangunan.
d. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antar tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh Yayasan ABC yang pembangunannya memakan waktu lebih dari satu tahun pajak tetap terutang PPN atas KMS, sehingga harus dibayar pada setiap bulan dan harus dibayar seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, kemudian melaporkan SSP lembar ke 3 kepada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut berada paling lambat tanggal 20 pada bulan penyetoran dilakukan.
2. PT DEF, NPWP xx.xxx.xxx.x.xxx, adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha agrobisnis tanaman bunga. PT DEF memiliki kebun di Cianjur dan menggunakan green house sebagai salah satu prasarana dalam penanaman bunga. Luas green house 12.000 m2. Green house terbuat dari rangkaian pipa-pipa besi yang mempunyai kekuatan kurang lebih 10 (sepuluh) tahun yang dapat dibongkar pasang dan dipindahkan ke tempat lain. Diantara pipa-pipa tersebut dibiarkan kosong/tidak ada tembok dan untuk atapnya digunakan plastic UV dengan kekuatan plastik hanya sekitar 2 atau 3 tahun. Biaya yang dikeluarkan membangun green house Rp. 350.000,-/m2
Pertanyaan :
a. Apakah green house tersebut dapat dikategorikan sebagai kegiatan membangun sendiri yang dikenakan PPN? Mengapa?
b. Berapa besarnya PPN yang terutang?
Jawab:
a. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PMK.39/PMK.03/2010 pasal 2 ayat(2), dijelaskan bahwa yang dimaksud bangunan yang menjadi objek PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
- Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu-bata atau bahan sejenis, dan/atau baja.
- Diperutukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, dan
- Luas keseluruhan paling sedikit 300 m2(tiga ratus meter persegi)
Karena green house tersebut tidak memenuhi kriteria bangunan yang menjadi objek PPN atas kegiatan membangun sendiri, maka green house yang dibangun oleh PT.DEF tidak terutang PPN atas KMS.
b. Besarnya PPN atas KMS yang harus dibayar NIHIL
3. PT. Tekstil Indonesia yang bergerak di bidang produksi barang jadi pakaian dan celana pada tahun 2010 melakukan pembangunan sendiri bangunan pabrik tekstil. Izin yang tercantum dalam IMB adalah 7.286 m2, namun hanya dibangun 2.320 m2. Total biaya yang dikeluarkan tidak termasuk harga tanah adalah Rp. 329.896.100,-. Perhitungan PPN PT.Tekstil Indonesia adalah : 10% x 40% x Rp. 329.896.100,- = Rp. 13.195.844,-.
Pertanyaan :
Apakah perhitungan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri tersebut sudah betul ataukah menggunakan dasar dari luas IMB yaitu 7.286 m2?.
Jawab:
PMK-39/PMK.03/2010 menjelaskan tentang pengenaan PPN atas KMS sbagai berikut:
a. Pasal 1 ayat(1): Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang
b. Pasal 3 ayat(2): Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPN atas KMS adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Berdasarkan pengertian tersebut perhitungan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri dari PT Tekstil Indonesia sudah benar, yaitu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan hanya untuk membangun pabrik seluas 2.320m2.
4. PT. Lebur Bumi, NPWP : xx.xxx.xxx.x.xxx yang bergerak di bidang perdagangan dan jasa penunjang minyak bumi dan gas alam, melakukan perjanjian dengan PT. Konstruksi Indonesia yang bergerak dibidang perusahaan kontraktor untuk membangun gedung kantor di atas lahan PT Lebur Bumi.
Pertanyaan:
Bagaimana pengenaan PPNnya?
Jawab:
Memperhatikan ketentuan:
a. Pasal 2 ayat (3) PMK No. 39/PMK.03/2010, diatur bahwa Kegiatan membangun sendiri yang terutang PPN oleh orang pribadi atau badan adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
b. Pasal 16 B ayat (1) huruf b UU No.42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga UU No.8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM, disebutkan bahwa Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya untuk penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bertujuan mendorong pembangunan tempat ibadah dan menjamin tersedianya perumahan yang harganya terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah, yaitu rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana;
Maka terhadap Kegiatan membangun sendiri PT. Lebur Bumi tersebut tidak terutang PPN, tetapi atas penyerahan gedung kantor oleh PT. Konstruksi Indonesia sebagai pemborong bangunan kepada PT. Lebur Bumi sebagai pemilik bangunan dikenakan PPN atas Jasa Pemborongan Bangunan yang harus dipungut dan disetor oleh PT. Lebur Bumi.
1. Pasal 16C Undang Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terkahir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri;
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2010 tentang Tata cara Pengisian SSP, Pelaporan dan Pengawasan pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-70/PJ/2010 tentang Penyampaian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2010 tentang Tata cara Pengisian SSP, Pelaporan dan Pengawasan pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri;
B. Objek dan Subjek PPN atas KMS
1. Objek PPN atas KMS
Kriteria Kegiatan Membangun Sendiri yang menjadi objek pajak Pajak Pertambahan Nilai adalah:
a. Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;
Termasuk kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi atas kegiatan membangun tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dan kontraktor atau pemborong tersebut bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak(PKP).
b. Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
• Konstruksi utama bangunan terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
• Bangunan diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha(tempat usaha atau tempat tinggal untuk usaha);
Bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau kontruksi yang diperuntukkan bagi tempat tinggal, termasuk fasilitas olah raga atau fasilitas lain.
Bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan atau kontruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas yang ada.
Bangunan tempat tinggal untuk usaha adalah bangunan atau konstruksi tempat tinggal yang sebagian bangunan atau seluruhnya digunakan untuk kegiatan usaha.
• Luas keseluruhan paling sedikit 300 m2(tiga ratus meter persegi).
2. Subjek PPN atas KMS
Yang menjadi subjek Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri adalah orang pribadi atau badan yang melakukan Kegiatan Membangun Sendiri.
C. Tarif dan Dasar Pengenaan PPN atas KMS
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri diatur sebagai berikut
1. Tarip pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri ditetapkan sebesar 10 %( sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
2. Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk mengitung besarnya PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri ditetapkan sebesar 40 % (empat puluh persen) dari seluruh jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk membangun sendiri adalah jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun bangunan tersebut
D. Rumus Penghitungan PPN atas KMS
Rumus penghitungan pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan membangun Sendiri, sebagai berikut:
PPN terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak
= 10 % x DPP
= 10% x (40% x jumlah biaya untuk membangun)
E. Saat dan Tempat Terutang PPN atas KMS
1. Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan atau saat dimulainya secara fisik kegiatan membangun sendiri, seperti penggalian fondasi, pemasangan tiang pancang, atau kegiatan fisik lainnya.
2. Tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri adalah di lokasi tempat bangunan tersebut didirikan
Apabila kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh kantor cabang dari Pengusaha Kena Pajak yang tempat Pajak Pertambahan Nilai terutangnya dipusatkan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, kegiatan membangun sendiri tersebut terutang di lokasi bangunan didirikan
F. Tata cara Pembayaran PPN atas KMS
1. Pembayaran PPN terutang atas KMS dilakukan setiap bulan, yaitu sebesar 10% dikalikan 40% dikalikan jumlah biaya yang dikealuarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.
2. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri harus menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak, yang harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan..
3. Tata cara pengisian Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak dibedakan atas tiga macam, yaitu:
a. Apabila tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut.
b. Apabila tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak diisi dengan :
1) angka 01 (nol satu) pada 2 (dua) digit pertama, untuk badan usaha;
2) angka 04 (nol empat) pada 2 (dua) digit pertama, untuk orang pribadi;
3) angka 0 (nol) pada 7 (tujuh) digit berikutnya;
4) angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
5) angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
c. Apabila orang pribadi atau badan usaha yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak diisi dengan :
1) angka 01 (nol satu) pada 2 (dua) digit pertama, untuk badan usaha;
2) angka 04 (nol empat) pada 2 (dua) digit pertama, untuk orang pribadi;
3) angka 0 (nol) pada 7 (tujuh) digit berikutnya;
4) angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
5) angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
G. Ketentuan Khusus dalam pengenaan PPN atas KMS
Beberapa hal yang harus di perhatikan dalam pembayaran, pelaporan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri, yaitu:
1. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun
2. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran SSP pembayarannya ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
3. Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak.
4. Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran pajaknya, wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan foto kopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak.
5. Apabila Pengusaha Kena Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan penyetoran pajaknya, wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan foto kopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak.
6. Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak melakukan menyetor Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan tidak melaporkan penyetoran PPN atas KMS ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat mengeluarkan melakukan:
a. Mengeluarkan Surat Tegoran.
b. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya surat teguran, orang pribadi atau badan belum menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat melakukan pemeriksaan pajak untuk menetapkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut.
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak(SKP) atas besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri.
7. Orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sesuai ketentuan yang berlaku.
Jika orang pribadi atau badan yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak namun berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai cabang sesuai ketentuan yang berlaku.
8. Apabila bangunan hasil kegiatan membangun sendiri digunakan oleh pihak lain sebagai tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib menyerahkan bukti Surat Setoran Pajak asli PPN atas KMS kepada pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut.
b. Orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan untuk digunakan pihak lain tidak dapat menunjukkan bukti SSP asli PPN atas KMS, pihak l;ain yang menggunakan bangunan tersebut bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN yang terutang.
c. Pihak lain yang bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang wajib menyetor Pajak Pertambahan Nilai terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. dan melaporkan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan.
9. Kegiatan membangun sendiri yang telah dimulai sebelum berlakunya PMK No.39/PMK.03/2010 yang berlaku tanggal 1 April 2010 dan belum selesai pembangunannya, dikenakan PPN berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 554/KMK.04/2000 tentang batasan dan tata cara Pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam Kegiatan Usaha atau Pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain sebagaimana telah diubah dengan KMK Nomor 320/KMK.03/2003.
10. Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan Kegiatan Membangun Sendiri tidak dapat dikreditkan
H. Contoh Penghitungan PPN atas KMS
1. Yayasan Pelita Hati, NPWP xx.xxx.xxx.x.xxx, adalah yayasan yang memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat Pra Sejahtera di Kabupaten Bekasi dengan bentuk layanan: rumah singgah, sandang, pangan, dan pendidikan. Pada tahun 2004 Yayasan Pelita Hati membangun gedung yang berlokasi di Jalan Subroto No.256, dengan luas kurang lebih 4.000 m2 sebagai sarana kemudahan dalam memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat pra sejahtera tersebut.
Pertanyaan:
a. Apakah pembangunan gedung yang diperuntukkan untuk melayani masyarakat pra sejahtera dapat diberikan pembebasan PPN mengingat sumber dana dan material berasal dari sumbangan?
b. Apabila dikenakan PPN, berapa tarif PPN atas kegiatan membangun sendiri dan apa yang menjadi dasar pengenaan pajak?
c. Apakah material berupa pasir dan kerikil yang merupakan Barang Tidak Kena Pajak juga dimasukkan sebagai dasar pengenaan PPN?
d. Bagaimana cara penghitungan dan pelaporan apabila pembangunannya lebih dari satu tahun pajak?
Jawab :
a. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh Yayasan Pelita Hati yang diperuntukkan untuk melayani masyarakat pra sejahtera dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena termasuk dalam pengertian kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.
b. Tarif PPN atas KMS ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak(DPP). Besarnya Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau yang dibayarkan untuk membangun sendiri, tidak termasuk harga perolehan tanah. Sehingga rumusnya: 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun
c. Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPN atas Kegiatan membangun sendiri adalah 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah, maka pasir dan kerikil tersebut menjadi satu kesatuan dalam menghitung biaya untuk membangun bangunan.
d. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antar tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh Yayasan ABC yang pembangunannya memakan waktu lebih dari satu tahun pajak tetap terutang PPN atas KMS, sehingga harus dibayar pada setiap bulan dan harus dibayar seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, kemudian melaporkan SSP lembar ke 3 kepada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut berada paling lambat tanggal 20 pada bulan penyetoran dilakukan.
2. PT DEF, NPWP xx.xxx.xxx.x.xxx, adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha agrobisnis tanaman bunga. PT DEF memiliki kebun di Cianjur dan menggunakan green house sebagai salah satu prasarana dalam penanaman bunga. Luas green house 12.000 m2. Green house terbuat dari rangkaian pipa-pipa besi yang mempunyai kekuatan kurang lebih 10 (sepuluh) tahun yang dapat dibongkar pasang dan dipindahkan ke tempat lain. Diantara pipa-pipa tersebut dibiarkan kosong/tidak ada tembok dan untuk atapnya digunakan plastic UV dengan kekuatan plastik hanya sekitar 2 atau 3 tahun. Biaya yang dikeluarkan membangun green house Rp. 350.000,-/m2
Pertanyaan :
a. Apakah green house tersebut dapat dikategorikan sebagai kegiatan membangun sendiri yang dikenakan PPN? Mengapa?
b. Berapa besarnya PPN yang terutang?
Jawab:
a. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PMK.39/PMK.03/2010 pasal 2 ayat(2), dijelaskan bahwa yang dimaksud bangunan yang menjadi objek PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
- Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu-bata atau bahan sejenis, dan/atau baja.
- Diperutukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, dan
- Luas keseluruhan paling sedikit 300 m2(tiga ratus meter persegi)
Karena green house tersebut tidak memenuhi kriteria bangunan yang menjadi objek PPN atas kegiatan membangun sendiri, maka green house yang dibangun oleh PT.DEF tidak terutang PPN atas KMS.
b. Besarnya PPN atas KMS yang harus dibayar NIHIL
3. PT. Tekstil Indonesia yang bergerak di bidang produksi barang jadi pakaian dan celana pada tahun 2010 melakukan pembangunan sendiri bangunan pabrik tekstil. Izin yang tercantum dalam IMB adalah 7.286 m2, namun hanya dibangun 2.320 m2. Total biaya yang dikeluarkan tidak termasuk harga tanah adalah Rp. 329.896.100,-. Perhitungan PPN PT.Tekstil Indonesia adalah : 10% x 40% x Rp. 329.896.100,- = Rp. 13.195.844,-.
Pertanyaan :
Apakah perhitungan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri tersebut sudah betul ataukah menggunakan dasar dari luas IMB yaitu 7.286 m2?.
Jawab:
PMK-39/PMK.03/2010 menjelaskan tentang pengenaan PPN atas KMS sbagai berikut:
a. Pasal 1 ayat(1): Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang
b. Pasal 3 ayat(2): Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPN atas KMS adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Berdasarkan pengertian tersebut perhitungan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri dari PT Tekstil Indonesia sudah benar, yaitu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan hanya untuk membangun pabrik seluas 2.320m2.
4. PT. Lebur Bumi, NPWP : xx.xxx.xxx.x.xxx yang bergerak di bidang perdagangan dan jasa penunjang minyak bumi dan gas alam, melakukan perjanjian dengan PT. Konstruksi Indonesia yang bergerak dibidang perusahaan kontraktor untuk membangun gedung kantor di atas lahan PT Lebur Bumi.
Pertanyaan:
Bagaimana pengenaan PPNnya?
Jawab:
Memperhatikan ketentuan:
a. Pasal 2 ayat (3) PMK No. 39/PMK.03/2010, diatur bahwa Kegiatan membangun sendiri yang terutang PPN oleh orang pribadi atau badan adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
b. Pasal 16 B ayat (1) huruf b UU No.42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga UU No.8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM, disebutkan bahwa Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya untuk penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bertujuan mendorong pembangunan tempat ibadah dan menjamin tersedianya perumahan yang harganya terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah, yaitu rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana;
Maka terhadap Kegiatan membangun sendiri PT. Lebur Bumi tersebut tidak terutang PPN, tetapi atas penyerahan gedung kantor oleh PT. Konstruksi Indonesia sebagai pemborong bangunan kepada PT. Lebur Bumi sebagai pemilik bangunan dikenakan PPN atas Jasa Pemborongan Bangunan yang harus dipungut dan disetor oleh PT. Lebur Bumi.
@@@@-ai-@@@@